Pengantar : beberapa kisah ini akan ana posting yang
bersumber dari buku-buku. alasannya karena komitmen pribadi untuk kembali
belajar di mahad serta menghapal Alquran selama 2 tahun. sehingga ada banyak
postingan yang copy paste dari sebuah buku kisah dan cerpen dan terjadwal di
posting dalam blog ini. oleh karenanya kami mohon maaf serta berharap kisah
tersebut bermanfaat dan menginspirasi pembaca. kalo pun ada hal-hal yang kurang
setuju dari kisah-kisah yang ana posting kedepan marilah kita saling memperbaiki. wallahualam. Barakallah..
semoga Allah berikan kebaikan..amin
Karena Ara Benci Hujan
Rezkiawati Nazaruddin
Tik tik tik bunyi hujan di atas genteng...”
Ara sudah terlalu dewasa untuk lagu semacam itu, lagi pula sejak umur 8 tahun
dia sudah tak pernah menyanyikannya lagi. Tapi orang di sampingnya ini membuatnya
harus mendengarkannya lagi.
Entah mengapa, dari tadi
mulutnya tak henti bersenandung lagu itu. Cowok ini sebaya dengannya, dan Ara
merasa aneh lagu itu dinyanyikan olehnya. Ara ogah menegurnya, lagian kalau
bukan karena hujan sialan ini, Ara nggak akan terjebak di sini, di halte ini
bersamanya.
Hanya mereka berdua,
terjebak di bawah hujan. Cuaca buruk membuat orang malas keluar rumah. Tapi
berkas papa yang ketinggalan terpaksa membuat Ara terpaksa keluar rumah
terburu-buru, dan lupa bawa payung. Ara kesal sekali, bukan hanya gagal
mengantarkan berkas papa tepat waktu, tetapi juga bertemu cowok aneh itu.
“Kelihatannya hujan makin
deras ya, Mbak?” Tak disangka cowok itu menyapanya. Ara agak kaget, tapi cuma
tersenyum samar.
“Mbak, mau ke mana?”
tanyanya lagi. Ara bergeming, “Mau nganterin sesuatu,” jawabnya pendek.
“Kenapa nggak bawa
payung, Mbak?” Ara sedikit jengkel, seharusnya pertanyaan itu juga ditujukan
untuk cowok sok ramah ini. Rutuk Ara dalam hati. Dia tak menjawab. Dan cowok
itu nyerocos lagi. “Oh, pasti lupa ya? Atau nggak punya payung di rumah? Hehe…
kalau saya memang nggak punya payung.”
Siapa yang nanya? Ara
cuma meliriknya sekilas.
“Habis hujan biasanya ada
pelangi, Mbak suka lihat pelangi kan? Cewek-cewek biasanya suka hal-hal
romantis seperti itu.” Ara bertanya dalam hatinya kapan terakhir kali dia lihat
pelangi? It's a long time ago. Ara
mendesah. Cowok itu diam, mungkin karena pertanyaannya nggak dijawab. Tapi
yang menarik diperhatikan darinya adalah dia sedikit pun tidak menunjukkan rona
muka kesal. Malah tampak menikmati suasana hujan ini. Beda sekali dengan Ara yang
nggak bisa menyembunyikan kekesalannya. Hujan ini kapan berakhirnya?
“Emang kamu mau ke mana?”
Ara tidak menduga akan bertanya seperti itu. Cowok itu menoleh dan tersenyum. “Oh,
mau ngomong juga... hehe, aku cuma mau ke perpustakaan. Tapi hujan, jadi aku
berteduh dulu di sini.”
Perpustakaan? Loh itu kan
tepat di seberang jalan di depan halte ini?
“Aku mau menikmati hujan
dulu, masuk perpusnya entar-entar aja.” Cowok itu seakan membaca pikiran Ara.
Aneh banget, hujan kok dinikmati? Yang dinikmati itu matahari terbenam atau
makanan enak.
“Kamu suka hujan?” Ara
tanpa sadar bertanya lagi.
“Bukan hujannya yang aku
suka, tapi suasana saat hujan.”
“Kenapa?”
“Asyik aja, suasana kayak
gini kan cuma kita temukan saat hujan turun.”
“Apanya yang asyik? Kalau
hujan semuanya jadi basah, langit mendung terus kadang-kadang muncul petir.
Akibatnya aktivitas kita bakalan terganggu kan?”
“Kamu melihatnya dari
sudut pandang seperti itu ya? Lihat anak kecil yang menyewakan payung itu? Kamu
tahu kalau hujan ini dinantikan oleh para petani? Hujan ada baiknya juga kok.
Untuk orang-orang tertentu hujan selalu membawa rejeki untuk mereka.”
“Tapi bukan aku, karena
aku benci hujan.” Ara menatap dengan tatapan kosong.
“Loh, kenapa?” giliran
cowok itu yang heran.
“Karena nggak pernah
terjadi hal-hal baik saat hujan turun. Mamaku meninggal saat hujan, bahkan
pemakamannya juga dilakukan saat hujan deras. Padahal mama sangat suka hari
yang cerah. Aku pernah mengalami kecelakaan saat hujan, dan nyaris meninggal.
Aku pernah punya pacar dan dia juga meninggalkanku saat hujan.” Ara tak kuasa
menyembunyikan kesedihannya. Cowok itu menatapnya dengan penuh simpati.
“Dan kamu menyalahkan
hujan atas semua itu?”
“Tidak juga,” sanggah
Ara, “tetapi semua itu terjadi saat hujan. Dan suasana hujan seperti ini malah
membuatku mengingat semua kejadian itu.”
“Aku turut sedih atas
semua yang telah kamu alami. Tapi hujan adalah berkah dari Tuhan, aku selalu
percaya itu.”
“Hujan itu membawa
kehidupan baru buat tumbuhan, hewan, dan juga para manusia. Ketika hujan turun
juga tersimpan harapan baru.” Ara hanya bisa menatap lawan bicaranya itu.
“Apa kau tidak pernah
merasa begitu? Orangtuaku pernah bilang, salah satu saat terbaik untuk berdoa
adalah waktu hujan turun.” Cowok itu tersenyum pada Ara.
“Dan apa doamu?” tanya
Ara.
“Agar selalu diberi
rahmat-Nya seperti banyaknya titik hujan yang turun.” Ara merasa aneh dengan
dirinya sendiri, ia sangat tenang mendengar penuturan cowok itu.
“Siapa namamu?” tanyanya
pada Ara.
“Sahara.” Cowok itu
tersenyum.
“Pantas saja kamu tidak
suka hujan, kan di gurun Sahara tak ada hujan.” Ara cuma tertawa kecil, tidak
menyangka akan bertemu teman mengobrol semenarik ini.
“Dan kau, siapa namamu?”
Ara balik bertanya.
“Mikail, nama malaikat
yang menurunkan hujan,” jawabnya riang.
Ara
tersenyum tulus, sambil menengadah ke atas melihat hujan yang tak kunjung
berhenti dan berpikir. “Hujan ternyata tak seburuk itu.”(*)
SUMBER DARI BUKU "MY DAENG IS HERO"
No comments:
Post a Comment