Wednesday, September 5, 2012

BAGIAN 16 (Love for All) Hati Keyla






Makassar terasa begitu dingin, sudah berkali-kali hujan turun, walau sebenarnya ini bulan Mei yang seharusnya musim kemarau. Sayangnya, rasa dingin itu hanya sampai di kulitku saja, tidak untuk hatiku.


Aku masih terngiang kejadian yang membuatku tidak bisa tidur. Sudah jam 11 malam, Abid memintaku untuk putus dengannya setelah jalan-jalan, pas pulang ia mengatakannya. Sebenarnya dari awal dari hubungan kami memang ia terlihat setengah hati menjalaninya, maka dengan mudah aku mengiyakan saja, entah dorongan apa aku mengatakannya karena kasihan bercampur pikiran berat berpisah dari abid..

Walaupun begitu, entah dari mana aku pun ke galauan, perih terasa mengingat masa itu, karena Abid adalah cowok pertama kali yang aku tembak dan memutuskanku di tengah hubungan. Caca yang sedari tadi memperhatikanku perlahan mendekatiku, ia membawa buku kimia untuk kerja soal bersama.

“oh.... jangan sedih....La”, “laki-laki bukan hanya Abid”, hibur Caca yang telah mengetahui kabar bahwa aku telah menjomlo. Ia lalu memegang tanganku dengan erat. Ada perasaan tenang bila bersama Caca.

“Tenks, ya Ca....”, ujarku pada Caca.

“Eh... kulihat beberapa hari ini Ramon PDKT sama elu setelah kamu putus”, hibur Caca lagi.

“Mungkin ia nanti nembak elu”, tambahnya.

Kujawab hanya senyum, mungkin Caca hendak membenarkan perkataannya. Masih ada Ramon atau masih ada laki-laki di luar sana untuk dijadikan pacar selanjutnya, itu yang kutafsirkan.

Makassar, hujan kembali mengguyur sekolahku, termasuk hujan seperti mendinginkan hatiku yang sedih.

Sebulan sejak aku putus dengan Abid, aku tampaknya menikmati status baru yang kusandang ‘jomblo’. Wow.... kukira tak kusangka memang, status yang sering dibicarakan kini aku mendapatkannya. Tak ada Abid yang selalu kutemani jalan-jalan ke MALL atau ke tempat lain. Hanya itu memang, walau begitu Abid tetap menjadi teman yang baik. Tetap membalas sapaanku, minimal dengan senyum. Tetap membantu menjelaskan soal bila kuminta. Walaupun tidak seakrab yang dulu. Selain itu, pelajaranku di sekolah kian berat, banyak tugas. Kabar baiknya ada Ramon, teman sejak kecilku yang membantuku.

Mungkin Caca benar, Ramon PDKT padaku dan aku menangkap sinyal bakal ditembak sama Ramon. Entah kapan, aku mencoba dalam hatiku. Ramon, pernah dulu aku dekat dengannya, walau kukatakan sahabat tanpa status pacaran, dulu memang waktu SMP aku suka sama dia tapi sejak berjalannya waktu cinta itu kian memudar.

Abid, akankah menjadi pertama dan terakhirku, ataukah Ramon menjadi penggantinya untuk yang kedua? Aku tak bisa memutuskannya. Tapi ......

“Aku sayang sama kamu, La!”, ujar Ramon yang harus memaksa untuk menjawab pada hari ini juga. Tanpa sadar mulutku berucap kata-kata yang orang pernah menjadi tambatan hatiku.

“Ramon, aku hargai perasaanmu padaku”, jeda Ramon tersenyum dan berharap-harap cemas dan ....
“Tapi .... maaf”, dramatis banget.

agang..kata ku sekilas

“apa..” ramon bingung mendengarkannya

“Aku ingin kita tetap menjadi sahabat”. 

Kulihat Ramon agak kecewa mendengar jawabanku. Ramon entah menahan sesuatu di dadanya. 

“Maafkan aku Ramon”, desirku dalam hati.

----------------------

Ternyata kata ‘agang’ itu adalah kata abid. Agang artinya sahabat. Kata yang dipakai abid untuk memutuskan ku. Sebenarnya dari awal aku terkagum sama Abid, keteguhannya pada prinsip, sehingga aku memakai kata-katanya untuk menolak Ramon.

Putusnya aku sama Abid, dan kutolaknya Ramon, membuatku sadar, cinta tidak mesti dengan pacar, tapi cinta untuk semua hal, Cinta for All.

Untuk sahabat, Ayah, ibu, saudara, guru. Tapi karena ‘agang’ persahabatan itu dapat melahirkan suatu perasaan. Perasan itu yang namanya cinta.


BERSAMBUNG......
KElanjutan kisahnya akan bercerita di naik kelas dua atau kelas sebelas... 
jadi good by kelas sepuluh...

No comments:

Post a Comment