Wednesday, February 8, 2017

DIARY : It's Real Volunteer oleh Ikes Dwiastuti





It's Real Volunteer
Ikes Dwiastuti
Pagi ini saya memulai rutinitas seperti biasanya. Bangun di pagi hari lalu melaksanakan kewajiban dan dilanjutkan dengan mengecek e-mail, facebook dan twitter. Yah, sejak dunia “maya” mulai naik daun beberapa tahun terakhir ini, dan akses internet sudah mudah dilakukan dari handphone. Rutinitas tersebut seolah menjadi salah satu kewajiban pagiku layaknya sarapan. Namun, ada yang berbeda di hari ini. Pagi ini saya harus menyalakan Laptop dan menulis.

Teringat tepat 2 bulan yang lalu pada tanggal 1 Januari 2013, teman-teman Penyala Makassar bertemu di salah satu Mall di Kota Makassar. Pertemuan tersebut merupakan pertemuan “nyata” dan pertama untuk para Penyala. Karena sebelumnya komunikasi yang terjalin hanya melalui media sosial. Pertemuan tersebut menjadi awal dari gerakan Penyala Makassar.
Ada perasaan haru yang saya rasakan jika melihat Penyala Makassar saat ini. Tidak pernah terpikirkan bahwa dalam waktu dua bulan, kami di Penyala Makassar sudah melakukan banyak hal. Mulai dari donasi buku pertama kali ke Kab. Majene, kemudian membahas rencana Kelas Inspirasi Makassar. Melaksanakan event “Say It With Books”, mengirim donasi buku ke Kab. Majene, Kab. Banggai, Kab. Halmahera Selatan. Sosialisasi melalui radio, media cetak dan media sosial (facebook dan twitter), serta membangun komunikasi dengan Indonesia Menyala dan Penyala lainnya dari berbagai kota.
Perjuangan menghadirkan komunitas yang bergerak di donasi buku yang layak untuk anak-anak SD di daerah terpencil ini (a.k.a Penyala Makassar) tidaklah mudah. Ada fase, dimana krisis kepercayaan diri muncul, ketakutan akan hal-hal di luar kemampuan. Ketidaksiapan menerima respon negatif dari pihak ekstern dan intern Penyala Makassar sendiri. Namun, semuanya itu mulai sirna saat saya bertemu satu per satu sosok yang menamakan diri mereka Volunteer Penyala Makassar.
Yah, it's real volunteer. Volunteer yang rela berkorban materi, waktu, ide untuk memberikan denyut kehidupan untuk Penyala Makassar. Selalu ada waktu yang disediakan setiap minggu untuk saling bertemu. Bertukar ide untuk agenda Penyala Makassar selanjutnya dan sekaligus memperkenalkan Penyala Makassar ke masyarakat Makassar dan Indonesia.
Mereka terbuka untuk saling menerima kritik dan masukan. Mereka yang sebagian besar berada pada usia “egois”, namun mampu meredam keegoisan itu sehingga tak pernah saya temukan konflik yang besar di setiap diskusi di Penyala Makassar. Sebagian besar diantara mereka awalnya tidak saling mengenal. Datang dari karakteristik yang berbeda, profesi yang berbeda, kampus yang berbeda, komunitas yang berbeda, bahkan dari Kab/ Kota yang berbeda pula. Namun, keakraban itu nyata. Sampai-sampai seorang Penyala mengatakan bahwa "lhh,, romantis sekali pertemuannya" saat kami menceritakan awal terbentuknya Penyala Makassar.
Uniknya, setiap kali Penyala Makassar melakukan Kopdar, selalu saja ada wajah-wajah baru yang datang dan pergi (mirip lirik lagu ya^^). Namun, sebagian besar tetap bertahan. Penyala Makassar memang tidak mengikat kami (volunteer). Karena Penyala Makassar berdiri atas dasar sukarela. Sukarela yang sebenarnya, tanpa ada ikatan yang mewajibkan karni untuk harus menjadi anggota seumur hidup, untuk mewajibkan kami selalu ada di setiap event yang diadakan oleh Penyala Makassar. Karena menurut saya jika demikian, artinya Penyala Makassar bukan lagi berlandaskan sukarela tapi berlandaskan keterpaksaan yang dibungkus dengan kata sukarela.
Volunteers, a precious resource we can't afford to lose, Denise Penn-

No comments:

Post a Comment