Tuesday, January 10, 2017

CERPEN : Ku Salah Jatuh Cinta Lagi oleh Syamsul Arief Ghalib





Pengantar : beberapa kisah ini akan ana posting yang bersumber dari buku-buku. alasannya karena komitmen pribadi untuk kembali belajar di mahad serta menghapal Alquran selama 2 tahun. sehingga ada banyak postingan yang copy paste dari sebuah buku kisah dan cerpen dan terjadwal di posting dalam blog ini. oleh karenanya kami mohon maaf serta berharap kisah tersebut bermanfaat dan menginspirasi pembaca. kalo pun ada hal-hal yang kurang setuju dari kisah-kisah yang ana posting kedepan marilah kita saling memperbaiki. wallahualam. Barakallah.. semoga Allah berikan kebaikan..amin


Ku Salah Jatuh Cinta Lagi
Syamsul Arief Ghalib

Randi emang keparat. Dia mutusin aku minggu lalu. Boni memang kurang ajar, dia selingkuh dengan Dian sahabatku sebulan yang lalu. Ryan paling kurang ajar, ternyata dia cuman ngincar uangku. Dan Seo hanya menjadikan aku sebagai pelampiasan sakit hatinya setelah ditinggal sang pacar. Dan puluhan cowok brengsek lainnya yang pernah hadir dalam hari-hariku.

Tapi kenapa, aku tetap semangat untuk mencari cinta itu. Aku masih percaya kalu cinta sejati itu ada. Sampai kapan pun. Sampai akhir hidupku. Sampai kumati. Sampai akhir nanti.
***
Senja itu di bibir Losari. Saat seorang ksatria bergitar sedang menyanyikan lagu Doraemon yang aku request. Dari sudut mata kulihat seorang cowok duduk sendiri. Termenung. Memandangi laut. Menanti perginya matahari. Sunset di Losari.
Dan sudah seperti biasa, aku melangkah mendekati pria yang selalu membuat hatiku bertanya-tanya ada apa gerangan dengannya. Tak lupa sebelumnya kubayar selembar uang 5 ribuan untuk sang ksatria bergitar itu. Senyumnya mengembang, mungkin terbayang olehnya sebungkus nasi untuk makannya malam ini dengan uang itu.
Sang pria misterius tetap saja menatap laut saat aku duduk di sampingnya. Kupandangi wajahnya secara seksama. Raut kesedihan tergurat dari wajah itu. Sepertinya ia sangat sedih.
Dia tak terusik saat kupandangi wajahnya. Berbeda dengan cowok-cowok lain yang kikuk saat wajahnya dipandangi cewek secakep aku. Tak kikukkah dirinya? Lalu kucoba membuyarkan lamunannya. Sesaat dia memandangku. Lama. Lalu beralih memandang laut itu. Separah itukah kesedihannya.
Jujur, dia tak cakep-cakep amat. Kuberi dia nilai 7. Dari skala 1 hingga 10 untuk seorang cowok di mataku. Kulitnya agak hitam. Tidak sawo matang seperti lelaki kebanyakan. Seharusnya dia cuman kuberi nilai 6. Tetapi dia begitu misterius bagiku untuk saat ini. Kutambahkan 1 nilai untuknya. Paslah dia untuk nilai itu. 7 bagi si pria misterius.
Dongkol juga kalau jalannya begini terus. Tak ada komunikasi. Tetapi justru hal inilah yang membuat rasa ingin tahuku akan cowok ini semakin menjadi. Kuputuskan untuk meninggalkannya. Tapi dengan sebuah kertas berisikan nomor HPku untuknya. Sesaat sebelum aku beranjak pergi. Kubisikan sesuatu ke telinganya “Ini nomer HPku. Hubungi aku jika kau merasa agak baikan.”
***
Seminggu tak ada kabar darinya. Tak lagi kuharap ada kabar itu. Melihatnya hari itu, mungkin dia telah gantung diri karena despresi yang teramat sangat. Semoga saja tidak.
Hingga sore itu, saat kubaru saja keluar dari kamar mandi. HPku berdering. Segera kuberlari ke kamar. Hampir saja handukku terlepas karenanya.
“Ini aku. Pria di Losari. Kutunggu kehadiranmu malam ini di Taman Segitiga seorang diri.”
Hanya itu yang diucapkannya saat kuangkat telepon darinya. Tak ada kesempatan buatku untuk berbicara sedikitpun dengannya. Namun satu yang pasti, ku ingin menemuinya.
***
Malam itu, di Taman Segitiga Makassar. Dua sosok manusia duduk berdua di salah satu sudut taman. Dikelilingi pepohonan. Tanpa diterangi lampu taman. Dalam gelapnya malam.
Kami berbicara lama malam itu. Dia ternyata enak diajak ngomong. Namanya Milo. Kutahu itu bukan nama aslinya. Tapi setidaknya I know what should I call him.
Dia meminta maaf atas sore itu. Dia memang depresi. Rasa sakit karena kehilangan seorang kekasihnya yang berangkat ke Jakarta. Baginya, long distance relationship bukanlah halangan dalam menjalin hubungan. Namun bagi pasangannya, hal itu adalah masalah. Mereka pun putus.
Perbincangan berlanjut, tak tentu pangkal ujungnya. Laksana air yang terus mengalir. Ataupun angin yang terus saja bertiup. Hingga malam tak terasa makin larut.
Dia mengajak aku pulang saat malam dirasanya betul-betul larut. Sebelumnya dia mengajakku keliling Kota Makassar. Mampir untuk mengisi perut di salah satu warung sari laut, serta menyaksikan puluhan wanita si kupu-kupu malam yang berdiri menanti lelaki hidung belang.
Diantarnya aku hingga ke rumah. Lalu dia pun pergi dengan janji untuk bertemu lagi. Senang bukan kepalang. Dan saat kurebahkan diriku di atas ranjang, senyumku mengembang. Bukannya aku gila, namun kupikir, aku jatuh cinta lagi.
Dan semuanya seakan menjadi indah setelah hari itu. Jalan kesana kemari bersamanya mewarnai hari-hariku. Kutemukan lagi lelaki yang mampu mem­buatku merasakan betapa indahnya dunia itu. Anehnya, tak ada kata cinta darinya.
Aku tersiksa. Batinku menjerit. Ingin kudengar ungkapan cinta darinya. Besar harapku dia mengatakan I Love You tepat di telingaku dengan suara pelan dari mulutnya. Namun hingga waktu terus berjalan, momen indah itu tak datang. Mungkinkah ingatannya akan kekasihnya masih dirasakannya.
Dan kuputuskan untuk mengatakannya duluan. Aku yang harus mengatakannya. Mungkin saja dia tipe pemalu yang menunggu respon terlebih dahulu dari seorang wanita, ujarku dalam hati. Atau mungkin, dia memang tidak mencintaiku. Oh my God! Semoga hal itu tidak terjadi.
Dan malam ini, keputusan akan hubungan ini akan jelas. Cintakah dirinya atau tidak? Siapakah aku di matanya? Sosok kekasihkah atau seorang teman biasa? Atau berartikah aku untuknya? Atau, atau dan ribuan atau lainnya?
Kubiarkan malam ini menjadi saksinya.
***
Aku menangis sejadi-jadinya. Malam yang menjadi saksi hanya terdiam. Tak dibantunya aku untuk diam sejenak untuk melupakan semua ini. Dibiarkannya aku terduduk menangisi kejadian ini. Sebut saja tragedi ini. Hanyalah malam yang mampu menjadi saksi. Baik bahagia ataupun petaka.
Harapku pupus saat kuucapkan kata cinta buat Milo. Milo hanya terdiam terkejut mendengarnya. Dia beranjak pergi meninggalkan aku. Pergi dan tak kembali lagi.
Sudah kucoba untuk tidak menangis saat itu. Aku sudah kebal dengan sakitnya cinta. Terpaksa aku pulang sendiri malam itu, dalam hati kutertawakan ke­bodohanku mengucapkan cinta kepada Milo. Apakah aku wanita tak tahu malu?
Namun akhirnya cucuran air mata itu pecah juga. Milo tenyata telah menantiku di depan rumah. Lalu menjelaskan apa artinya aku baginya. Aku terdiam mendengarnya. Tak ada air mata saat itu.
Tak ada yang patut ditangisi. Tak ada yang patut disesali. Cinta tidak harus dipaksakan. Ataupun memaksakan cinta kepada orang lain bukanlah hal yang seharusnya dilakukan. Aku sangat sadar akan itu.
Namun kenapa aku menangis malam itu. Kenapa hatiku harus hancur saat itu. Hanya malam yang tahu penyebabnya. Karena dia yang menjadi saksi. Dan dia yang mengetahui kalau aku salah jatuh cinta lagi.
Dan saat kau mengerti arti bahasa malam. Maka malam akan mengatakan kepadamu kalau Milo bukanlah lelaki normal. Milo seorang gay. Seorang homoseksual. Kekasih yang meninggalkannya pun seorang lelaki. Maka wajar jika kumenangisi cintaku.(*)
 

No comments:

Post a Comment