Pengantar : beberapa kisah ini akan ana posting yang
bersumber dari buku-buku. alasannya karena komitmen pribadi untuk kembali
belajar di mahad serta menghapal Alquran selama 2 tahun. sehingga ada banyak
postingan yang copy paste dari sebuah buku kisah dan cerpen dan terjadwal di
posting dalam blog ini. oleh karenanya kami mohon maaf serta berharap kisah
tersebut bermanfaat dan menginspirasi pembaca. kalo pun ada hal-hal yang kurang
setuju dari kisah-kisah yang ana posting kedepan marilah kita saling memperbaiki.
wallahualam. Barakallah.. semoga Allah berikan kebaikan..amin
Ku Salah Jatuh Cinta Lagi
Syamsul Arief Ghalib
Randi emang keparat. Dia mutusin aku minggu
lalu. Boni memang kurang ajar, dia selingkuh dengan Dian sahabatku sebulan yang
lalu. Ryan paling kurang ajar, ternyata dia cuman ngincar uangku. Dan Seo hanya
menjadikan aku sebagai pelampiasan sakit hatinya setelah ditinggal sang pacar.
Dan puluhan cowok brengsek lainnya yang pernah hadir dalam hari-hariku.
Tapi kenapa, aku tetap
semangat untuk mencari cinta itu. Aku masih percaya kalu cinta sejati itu ada.
Sampai kapan pun. Sampai akhir hidupku. Sampai kumati. Sampai akhir nanti.
***
Senja itu di bibir Losari.
Saat seorang ksatria bergitar sedang menyanyikan lagu Doraemon yang aku request. Dari sudut mata kulihat seorang
cowok duduk sendiri. Termenung. Memandangi laut. Menanti perginya matahari.
Sunset di Losari.
Dan sudah seperti biasa,
aku melangkah mendekati pria yang selalu membuat hatiku bertanya-tanya ada apa
gerangan dengannya. Tak lupa sebelumnya kubayar selembar uang 5 ribuan untuk
sang ksatria bergitar itu. Senyumnya mengembang, mungkin terbayang olehnya
sebungkus nasi untuk makannya malam ini dengan uang itu.
Sang pria misterius tetap
saja menatap laut saat aku duduk di sampingnya. Kupandangi wajahnya secara
seksama. Raut kesedihan tergurat dari wajah itu. Sepertinya ia sangat sedih.
Dia tak terusik saat
kupandangi wajahnya. Berbeda dengan cowok-cowok lain yang kikuk saat wajahnya
dipandangi cewek secakep aku. Tak kikukkah dirinya? Lalu kucoba membuyarkan
lamunannya. Sesaat dia memandangku. Lama. Lalu beralih memandang laut itu.
Separah itukah kesedihannya.
Jujur, dia tak
cakep-cakep amat. Kuberi dia nilai 7. Dari skala 1 hingga 10 untuk seorang
cowok di mataku. Kulitnya agak hitam. Tidak sawo matang seperti lelaki kebanyakan.
Seharusnya dia cuman kuberi nilai 6. Tetapi dia begitu misterius bagiku untuk
saat ini. Kutambahkan 1 nilai untuknya. Paslah dia untuk nilai itu. 7 bagi si
pria misterius.
Dongkol juga kalau
jalannya begini terus. Tak ada komunikasi. Tetapi justru hal inilah yang
membuat rasa ingin tahuku akan cowok ini semakin menjadi. Kuputuskan untuk
meninggalkannya. Tapi dengan sebuah kertas berisikan nomor HPku untuknya.
Sesaat sebelum aku beranjak pergi. Kubisikan sesuatu ke telinganya “Ini nomer
HPku. Hubungi aku jika kau merasa agak baikan.”
***
Seminggu tak ada kabar
darinya. Tak lagi kuharap ada kabar itu. Melihatnya hari itu, mungkin dia telah
gantung diri karena despresi yang teramat sangat. Semoga saja tidak.
Hingga sore itu, saat
kubaru saja keluar dari kamar mandi. HPku berdering. Segera kuberlari ke kamar.
Hampir saja handukku terlepas karenanya.
“Ini aku. Pria di Losari.
Kutunggu kehadiranmu malam ini di Taman Segitiga seorang diri.”
Hanya itu yang
diucapkannya saat kuangkat telepon darinya. Tak ada kesempatan buatku untuk
berbicara sedikitpun dengannya. Namun satu yang pasti, ku ingin menemuinya.
***
Malam itu, di Taman
Segitiga Makassar. Dua sosok manusia duduk berdua di salah satu sudut taman.
Dikelilingi pepohonan. Tanpa diterangi lampu taman. Dalam gelapnya malam.
Kami berbicara lama malam
itu. Dia ternyata enak diajak ngomong. Namanya Milo. Kutahu itu bukan nama
aslinya. Tapi setidaknya I know what
should I call him.
Dia meminta maaf atas
sore itu. Dia memang depresi. Rasa sakit karena kehilangan seorang kekasihnya
yang berangkat ke Jakarta. Baginya, long
distance relationship bukanlah halangan dalam menjalin hubungan. Namun bagi
pasangannya, hal itu adalah masalah. Mereka pun putus.
Perbincangan berlanjut,
tak tentu pangkal ujungnya. Laksana air yang terus mengalir. Ataupun angin yang
terus saja bertiup. Hingga malam tak terasa makin larut.
Dia mengajak aku pulang
saat malam dirasanya betul-betul larut. Sebelumnya dia mengajakku keliling Kota
Makassar. Mampir untuk mengisi perut di salah satu warung sari laut, serta
menyaksikan puluhan wanita si kupu-kupu malam yang berdiri menanti lelaki
hidung belang.
Diantarnya aku hingga ke
rumah. Lalu dia pun pergi dengan janji untuk bertemu lagi. Senang bukan
kepalang. Dan saat kurebahkan diriku di atas ranjang, senyumku mengembang.
Bukannya aku gila, namun kupikir, aku jatuh cinta lagi.
Dan semuanya seakan
menjadi indah setelah hari itu. Jalan kesana kemari bersamanya mewarnai hari-hariku.
Kutemukan lagi lelaki yang mampu membuatku merasakan betapa indahnya dunia
itu. Anehnya, tak ada kata cinta darinya.
Aku tersiksa. Batinku
menjerit. Ingin kudengar ungkapan cinta darinya. Besar harapku dia mengatakan I Love You tepat di telingaku dengan
suara pelan dari mulutnya. Namun hingga waktu terus berjalan, momen indah itu
tak datang. Mungkinkah ingatannya akan kekasihnya masih dirasakannya.
Dan kuputuskan untuk
mengatakannya duluan. Aku yang harus mengatakannya. Mungkin saja dia tipe
pemalu yang menunggu respon terlebih dahulu dari seorang wanita, ujarku dalam hati.
Atau mungkin, dia memang tidak mencintaiku. Oh
my God! Semoga hal itu tidak terjadi.
Dan malam ini, keputusan
akan hubungan ini akan jelas. Cintakah dirinya atau tidak? Siapakah aku di
matanya? Sosok kekasihkah atau seorang teman biasa? Atau berartikah aku
untuknya? Atau, atau dan ribuan atau lainnya?
Kubiarkan malam ini
menjadi saksinya.
***
Aku menangis sejadi-jadinya.
Malam yang menjadi saksi hanya terdiam. Tak dibantunya aku untuk diam sejenak
untuk melupakan semua ini. Dibiarkannya aku terduduk menangisi kejadian ini.
Sebut saja tragedi ini. Hanyalah malam yang mampu menjadi saksi. Baik bahagia
ataupun petaka.
Harapku pupus saat
kuucapkan kata cinta buat Milo. Milo hanya terdiam terkejut mendengarnya. Dia
beranjak pergi meninggalkan aku. Pergi dan tak kembali lagi.
Sudah kucoba untuk tidak
menangis saat itu. Aku sudah kebal dengan sakitnya cinta. Terpaksa aku pulang
sendiri malam itu, dalam hati kutertawakan kebodohanku mengucapkan cinta
kepada Milo. Apakah aku wanita tak tahu malu?
Namun akhirnya cucuran
air mata itu pecah juga. Milo tenyata telah menantiku di depan rumah. Lalu
menjelaskan apa artinya aku baginya. Aku terdiam mendengarnya. Tak ada air mata
saat itu.
Tak ada yang patut
ditangisi. Tak ada yang patut disesali. Cinta tidak harus dipaksakan. Ataupun memaksakan
cinta kepada orang lain bukanlah hal yang seharusnya dilakukan. Aku sangat
sadar akan itu.
Namun kenapa aku menangis
malam itu. Kenapa hatiku harus hancur saat itu. Hanya malam yang tahu
penyebabnya. Karena dia yang menjadi saksi. Dan dia yang mengetahui kalau aku
salah jatuh cinta lagi.
Dan saat kau mengerti
arti bahasa malam. Maka malam akan mengatakan kepadamu kalau Milo bukanlah
lelaki normal. Milo seorang gay.
Seorang homoseksual. Kekasih yang
meninggalkannya pun seorang lelaki. Maka wajar jika kumenangisi cintaku.(*)
No comments:
Post a Comment