Thursday, December 29, 2016

CERPEN : Facebook oleh Niswardanny Achmad





Pengantar : beberapa kisah ini akan ana posting yang bersumber dari buku-buku. alasannya karena komitmen pribadi untuk kembali belajar di mahad serta menghapal Alquran selama 2 tahun. sehingga ada banyak postingan yang copy paste dari sebuah buku kisah dan cerpen dan terjadwal di posting dalam blog ini. oleh karenanya kami mohon maaf serta berharap kisah tersebut bermanfaat dan menginspirasi pembaca. kalo pun ada hal-hal yang kurang setuju dari kisah-kisah yang ana posting kedepan marilah kita saling memperbaiki. wallahualam. Barakallah.. semoga Allah berikan kebaikan..amin
 


Facebook
Niswardanny Achmad
Awalnya sih dia nge-add aku. Namanya Rio. Mula­-mula basa-basi doang, eh ternyata kami nyam­bung. Apalagi kalau dilihat dari fotonya yang ditampilkan sebagai profile picturenya. Putih, matanya agak sipit dan yang aku suka dia punya alis yang tebal dan rata. Kata orang-orang sih yang punya alis kayak gitu orangnya sabar dan ngayomin. Pokoknya tampangnya cool abis.

Semalam kami chatting. Kebetulan kami sama-sama on line waktu itu. Semalam juga kami akhirnya memutuskan untuk bertemu. Dia yang duluan meminta untuk bertemu. Sempat aku bertanya mengapa dia ingin bertemu aku. Dia menjawab karena sepertinya aku tulus. Mau berteman dengan siapa saja. Plus katanya aku humoris. Yang terakhir aku setuju. Bahkan teman-teman sekolahku bilang aku Fitri Tropica banget. Tapi alasan lainnya aku tidak paham maksudnya. Pikirku, loh memangnya dalam berteman harus pilih-pilih? Apalagi orang seperti Rio. Apa ruginya sih bagi aku berteman ama dia? Sempat aku menanya­kan hal ini dan dia hanya menjawab takutnya aku menyesal bertemu dia karena dia banyak kekurangan. Aku hanya terdiam waktu itu. Banyak kekurangannya? Apaan! Pikirku cuma satu. Sudah cakep, nggak pake sombong lagi. Duh, makin naksir nih aku, sahutku dalam hati. Ge-Er!
Dan begitulah. Akhirnya kami janjian untuk bertemu jam tujuh malam di anjungan Pantai Losari. Dan here I am! Ternyata aku datang lima belas menit lebih cepat. Menurut perjanjian kami semalam, kami harus bertemu di huruf S dari tulisan PANTAI LOSARI yang berdiri tegak di sepanjang anjungan pantai. Alasannya simple, karena S melambangkan Sahabat.
Jam tujuh tepat. Tapi Rio belum datang juga. Kesal juga sih mengingat aku seorang yang sangat on time. Akhirnya aku beranikan diri untuk menelponnya. Aduh, aku baru ingat semalam kami tukaran nomor telpon, kenapa nggak dari tadi saja aku menelpon atau paling tidak SMS. Huff, belum tua sudah pikun, sungutku dalam hati.
“Halo,” ucapku begitu tersambung.
“Ha ... halo juga,” balasnya di seberang. Kedengaran­nya agak gugup.
“Huh, gimana sih! Katanya jam tujuh teng,” sahutku kemudian.
“Maaf. Angkotku lambat,” balasnya.
“Emang udah sampai dimana?” tanyaku.
“Udah. Baru saja. Tapi janji kamu nggak bakalan nyesel kan ketemu aku?”
“Duileh. Jangan merendah gitu deh. Bukannya sebaliknya ntar kamu yang nyesel?”
“Aku nggak mungkin nyesel. Tapi kamu entahlah. Tunggu ya!”
Dua menit aku menunggu dia belum datang juga. Telpon belum kami tutup. Maklumlah, mumpung operator sekarang lagi jor-joran ngasih bonus. Tapi aku mulai bertambah kesal.
“Lama amat sih!” sahutku kemudian. Kali ini nadaku agak sedikit tinggi.
“Maaf sedikit lagi. Ini lagi jalan ke situ,” balasnya.
“Emangnya kamu pincang? Kok lama banget sih!” sahutku lagi.
Tiba-tiba hening. Sekian detik kemudian sambungan telponku terputus. Aku bingung. Dari kejauhan kulihat seorang pemuda berjalan terpincang-pincang membalik badannya untuk kemudian berjalan pulang. Aku terpaku. Astaga! Apa orang itu Rio ya? tanyaku dalam hati. Beribu rasa penyesalan menyeruak tiba-tiba. Padahal aku cuma bercanda. Demi Allah, aku bukanlah orang yang suka menghina fisik seseorang. Tapi bercandaku mungkin tidak pada tempat dan waktunya. Aku sangat menyesal. Tiba-tiba HPku berbunyi. Ada SMS masuk. Aku baca.
Maaf sudah membuatmu menunggu. Dan maaf juga ternyata aku tidak bisa menemuimu. Seharusnya aku sadar dunia nyata bukan tempatku bergaul, karena aku akan selalu tersisihkan. Kamu benar, aku cacat. Aku pincang sejak kecelakaan yang merenggut kakiku tiga tahun yang lalu. Sepertinya duniaku hanya melalui face book. Karena aku tidak harus tampil seperti keadaanku sekarang. Dunia facebook memang lebih cocok buat kami yang cacat. Yang ingin bergaul luas tapi selalu tersisih karena kekurangan kami. Mudah-mudahan kita masih bisa terus berteman meskipun hanya lewat facebook. Rio.
Tak terasa air mataku meleleh. Maafkan aku sobat. Aku tidak bermaksud demikian. Sungguh! Dan kamu salah Rio. Dunia nyata tetap bisa menjadi milikmu. Karena orang sepertiku akan menerima­nya. Dan orang sepertiku jumlahnya tidak sedikit. Percayalah.
Aku melangkah gontai. Satu hal yang pasti, sesampainya di rumah nanti, aku akan on line dan menuliskan di wall Rio permintaan maaf yang sebesar-besarnya. Dan berharap pertemuan kami di dunia nyata tetap akan terjadi. I do hope so! (*)

No comments:

Post a Comment