BAGIAN
11(Kekaguman) hati keyla
Aku berjalan hati-hati dalam kurumunan
para siswa-siswi yang menonton pertandingan cerdascermat tingkat provinsi. Hari
ini final. Ku berusaha mencari wakil dari sekolah ku yang kabarnya ada salah
seorang dari 3 wakil sekolah ada dari teman kelas ku. Aku pun kebetulan mampir ingin
melihat saja karena penasaran. Aku menatap sesosok yang sangat ku kenal dalam
grup c yang menjadi wakil dari sekolah ku. Ternyata abid, sahabatku di kelas
yang menjadi wakilnya. Kulihat abid, agak lama. Ku lihat ia berkali-kali
memencet bel. Dan jawabanya selalu betul. Ia tak terbendung, aku merinding melihat kecerdasan sahabatku ini.
Peserta lain terpesona dibuatnya. Mereka seperti terbius sebuah kharisma kuat
kecerdasan murni dari seorang anak yang jadi wakil sekolah yang tak prediksi
masuk juara.
Kulihat para peserta sekolah lain
merasa geram karena hanya sedikit kebagian menjawab. Entah mungkin tidak kenal
atau apa,
para penonton sekolah ku tak tau keberadan ku, terus saja bersorak hampir tangannya mengenai ku. Tanpa sadar aku pun ikut
eforia para pendukung sekolah kami berjingkrak-jingkrak histeris seperti orang
kesurupan. “Abid ji” teriakan aku dan para penonton di sampingku. Pak kepala sekolah yang menyempatkan hadir,
mengacungkan dua jempolnya tinggi-tinggi padanya. "hebat! ayo!"
teriaknya girang. Bu Ros guru matematika yang berpakaian rapi mengangguk-angguk takzim.
Ia terlihat sangat bangga pada murid-murid , matanya berkaca-kaca dan dengan
haru beliau berucap lirih, "Subhanallah ... Subhanallah ...."
Aku terjebak dalam lingkaran kekaguman
pada abid. Aku terpaku memandangnya, entah sejak kapan aku jadi kagum setengah
mati pada sahabat di kelas ku ini. Mungkin telah bersemi semenjak datang pertama kali ke kelas X-9
bersama.
Pikiranku melayang ke suatu hari tahun
pertama aku pindah kami bertemu dan ia membantu mencari ruangan kelas ku ketika
awal datang yang lalu dan ketika sang anak rohis ini memaksa untuk duduk didepan, ketika ia berlelah
cape mengayuh sepeda jadul setiap hari untuk sekolah, karena terlambat masuk
sekolah. Dan hari ini ia meraja di sini di majelis kecerdasan yang amat
terhormat ini.
Kini abid berhasil mengharumkan nama sekolah.
Terkhusus lagi kelas Kami X-9 yang terkadang dipadang kelas terbelakang,
tempatnya para preman yang minim siswa berprestasi. Walau pun begitu ia di kelas selalu
memotivasi ku dan teman-teman di kelas untuk tetap semangat belajar dan
berprestasi. Meski memang aku atau kami memanggapnya remeh temeh katanya itu. Air yang menggenang
seperti kaca di mata Bu Ros itu kini menjadi butir-butiran
yang berlinang, air mata kemenangan yang mengobati harapan, pengorbanan, dan
jerih payah.
Hari ini aku menyaksikan sendiri bukti
dari perkataanya selama ini, bahwa setiap orang, bagai-mana pun terbatas
keadaannya, berhak memiliki cita-cita, dan keinginan yang kuat untuk
mencapai cita-cita itu mampu menimbulkan prestasiprestasi lain sebelum
cita-cita sesungguhnya tercapai. Keinginan kuat itu juga memunculkan
kemampuan-kemampuan besar yang tersembunyi dan keajaiban-keajaiban di luar
perkiraan. ‘keinginan yang kuat, yang di katakana abid pada saat kami serta saat belajar ada petuah ibu guru matematika pada
awal tahun pelajarn yang lalu di hari pertama aku masuk kelas X-9, agaknya terbukti. Keinginan
kuat itu telah mem-belokkan perkiraan siapa pun sebab kami tampil sebagai juara
pertama tanpa banding. Maka barangkali keinginan kuat tak kalah penting
dibanding cita-cita itu sendiri.
Ketika abid mengangkat tinggi-tinggi
trofi besar kemenangan, kami bersuit-suit panjang seperti memanggil pulang binatan pelaharaan, dan
di sana, di sebuah tempat duduk yang besar, aku menatapnya dan bersorak gembira
entah dari mana aku dapat semangat itu.
Ku lihat lagi dia ia juga tampak senang memenangkan
pertandingan. Setelah lama kami semua hendak pulang, kulihat abid berada dalam kerumunan
siswa-siswaX-1,dan X-2 yang memang wakil 2 orang lagi yang wakili lomba adalah
X-1dan X-2. Aku tiba-tiba tersisishkan dari keramaian, aku merasa tak pantas
ada di dekatnya. Aku berfikir seharusnya abid lebih pantas bergabung sama siswa
yang berprestasi itu. Walau pun aku juga pernah berprestasi bersama ramon tapi
itu dulu kini aku dan ramon hanya sibuk jalan-jalan dan makan sehingga aku
melupakan
belajar , abid, teman-teman dan ibu guru. Tapi..
“KEYLA.......” terdengar dalam telingaku aku tak
tahu siapa mungkin itu ramon yang memanggilku karena memang aku bersama ramon
kesini. Tapi tunggu dulu itu bukan suara ramon tapi suara abid, yang telah
menatapku dari tadi tanpa kusadari. Ku tersadar aku yang di panggil. Aku tak menyangka ia
memperhatikan kehadiran ku. GR....
Aku hanya tersenyum senang saja,
melihatnya saja aku sudah senang, aku malu sekali gabung dengan mereka kata ku dalam hati. Tampaknya benar ia memanggilku
untuk bergabung. Tapi aku tetap pada posisiku. Abid menangkap kecanggungan ku,
hingga ia datang menghampiriku beserta rombongannya. Aku semakin GR
dibuatnya.he..he..
“Keyla, tenks ya, udah mau datang.” Katanya aku
hanya membalas senyum terbaiku.
“ehm…. ehm… !!” ku dengar temannya mendehem. Kayanya menyinggung
aku dan abid yang sibuk bicara
berdua. Dengan cepat
ia memperkenalkan diri ku
“oh iya, temen-teman, kenalkan ini
teman kelasku X-9 namanya keyla”
“teman atau t e m e n...” katanya menggoda kami mungkin
mereka mengira aku pacarnya.
“hai keyla..” katanya seorang berjilbab menyalami ku ia
berwajah teduh memperkenalkan dirinya. Aku menemukan nuansa keakraban dalam
perbincangan ini. Kutemukan kebahagian yang mungkin jarang kutemukan di
kelasku. Tapi tak cukup 5 menit aku merasakannya, ada
suara yang memangilku.
‘keyla ...!!’ suara keras itu memecahkan
keseruan percakapan kami. Aku mengedarkan padangan kesumber suara. Itu ramon!” aku terkejut melihatnya. Buru-buru ramon menarikku. Tampaknya ia cemburu melihat aku dan abid. Ia menarik ku menjauh abid dan
teman-temannya.
SEBUAH awal konfil di mulai....
Keyla kagum pada sahabatnya abid...
Apa yang akan terjadi , nantikan kisah selajutnya.....
No comments:
Post a Comment