Tuesday, August 22, 2017

CINTA DALAM SEMANGKOK COTO (1)



Baso merasa bersyukur mendapat pekerjaan sebagai pelayan warung Coto Makassar ini, yang merupakan makanan khas kota ini. Warung coto milik Dg. Kule hanya memiliki pegawai tetap 2 orang saja. Dg. Kule sendiri merintis warung belum genap setahun. Oleh karenanya, Baso langsung diterima dengan gaji yang cukup menarik. Dg. Kule memahami kondisi Baso ketika dating melamar kerja di tempatnya.

Jam baru menunjukkan 06:30 tetapi Baso telah berangkat lebih awal. Sebelum sampai ke sekolah, Baso singgah dulu menitip bumbu coto yang akan diolahnya jam 9 pagi. Di warung Dg. Kule masih membaca Koran paginya. Ia pun menitip barangnya. Belum selesai keluar di warung, ia dikejutkan teman-teman yang datang.

Dg. Klue, bila kita butuh banyak tenaga karena ada pesanan dari instansi swasta yang terkenal sampai 100 porsi. Dg. Kule tidak sempat meminta bantuan dari koleganya atau dari keluarga karena kesibukannya. Tiba-tiba ada suara.

“Kami boleh membantu”, kata itu memecah kesunyian Baso melihat temannya Zul, Alif, Laila, dan Zaki. Suara yang ia sangat kenal itu suara Zul. Teman kelas yang dating tampaknya Laila telah menyebarkannya. Laila malu-malu pada Baso, padahal ia sudah berjanji untuk member tahu. Karena teman-teman mendesak bertanya-tanya, jadinya teman-teman ingin membantu Baso.
Dg. Kule menyambut gembia tawaran itu. Tapi Baso berkata lain.
“kalian kan  harus belajar untuk hadapi UN?”
“Tidak masaha”, seru Alif.
“Yang penting dulu kami bantu ya”, jelas Zul.
Dg. Kule pun menyuruh pegawainya yang satu untuk mengajarkan secara singkat apa-apa tugas mereka, mulai memotong-motong sayur dan daging, beli bahan, menumbuk bumbu sebelum magrib itu harus selesai 100 porsi. Dengan kerja keras bersama akhirnya berhasil 100 porsi, walaupun dengan teman-teman. Baso terkadang melakukan kesalahan-kesalahan kecil namun ia tak menyurutkan semangat mereka membantiu Zaki.
Dg. Kule amat senang keberhasilan para pegawai barunya itu. Dg. Kule pun memberinya gaji. Tapi kata mereka gaji mereka diserahkan semua sama Baso.
Dg. Kule pun menawarkan kerja partnya pada mereka selayaknya seperti Baso. Mereka pun dengan suka rela mau menerimanya. Jadinya beberapa mereka membantu warung coto itu dengan gaji yang diberikan Baso.
***
Guru-guru gempar, gempar bukan terjadi masalah anak murid mereka terlibat narkoba atau perbuatan criminal yang tidak mungkin pada sekolah yang terpencil itu, melainkan karena mengetahui bahwa beberapa siswa telah menjadi pegawai warung coto.
“Pak Arif, anda wali kelas XII IPA 1?”
“Apa yang anda lakukan setelah tahu berapa murid anda kerja di warung coto itu?” marah Pak Ambo kepada Pak Arifsibuk mencek absen siswanya. Pak arif hanya diam menatap Pak Ambo yang berprofesi guru olahraga itu.
“Apa salahnya sih menjadi pegawai di warung coto?” Seru ibu Rati.
“Kenapa ikut membelanya”, potong Pak Azis di samping Pak Ambo.
“Mereka itu anak orang kaya. Kalau orang tuanya tahu kalau anaknya kerja di sana?”
“Untuk apa kerja di sana?” Tanya Pak Azis.
“Mereka kerja suka rela untuk Baso!” Seru Pak Azis.

Guru-guru yang mendengarkan terkejut. Tak menyangka guru-guru berekspresi diam saja. Sebenarnya mereka telah mendengar kalau ada seorang siswa yang orang tuanya sakit dan butuh biaya. Apalagi uang SPP selama 3 bulan belum dibayar.

Cuman yang menjadi masalah mereka sudah kelas 3, sebentar lagi UN. Saya khawatir pelajarannya terganggu dan mereka bias tidak lulus. Guru-guru pn paham kondisinya. Memang sulit memilih antara belajar atau harus bekerja terlebih mereka harus belajar menghadapi UN serta membantu teman.

BERSAMBUNG......

No comments:

Post a Comment